LOMBOK TIMUR– Pemda Lombok Timur (Lotim) berupaya untuk membersihkan persoalan data tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mencapai angka fantastis, Rp 55 miliar. Selain mengejar target penagihan, perbaikan dan validasi data  juga akan dilakukan. 

H. Edwin Hadiwijaya



Wakil Bupati Lombok Timur, H. Moh. Edwin Hadiwijaya menegaskan bahwa upaya yang dilakukan Tim Optimalisasi Penagihan Pajak (Opjar) PBB-P2 bukan semata-mata fokus pada target capaian nominal tunggakan. Menurutnya, akar persoalan yang menyebabkan membengkaknya tunggakan sejak tahun 2014 hingga 2024 justru terletak pada kualitas data yang masih jauh dari kata akurat.

“Permasalahan utamanya ada di data. Data kita masih banyak yang bermasalah. Ada tagihan yang muncul lagi padahal sudah dibayar, SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) induk muncul meskipun objek pajaknya sudah dipecah. Ini data peninggalan lama, yang sebagian masih manual,” ungkapnya.

Edwin menegaskan, upaya pembenahan data ini menjadi agenda prioritas Pemda saat ini, mengingat permasalahan tersebut telah menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika masalah ini tidak segera dibenahi, Edwin khawatir Lotim terancam gagal mempertahankan predikat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang selama ini diraih secara berturut-turut selama sembilan tahun terakhir.

“Kalau WTP ini sampai lepas, otomatis kita kehilangan harapan untuk mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID). Tahun ini kita benar-benar diwarning oleh BPK, terutama terkait data PBB-P2 dan aset. Makanya, sekarang kita fokus benahi dua data ini secara serius,” tegasnya.

Lebih lanjut, Edwin memaparkan bahwa faktor kesalahan entri data oleh operator menjadi salah satu penyebab utama munculnya permasalahan berulang dalam penagihan PBB-P2. Mengingat volume data yang sangat besar, human error kerap tak terhindarkan. Oleh karenanya, Pemkab Lotim saat ini tengah memadukan data lama dengan aplikasi sistem baru untuk mempercepat proses validasi dan pemutakhiran data secara digital.

“Proses entri data ini sangat rentan dengan kesalahan, karena datanya banyak dan masih ada yang dikelola manual. Sekarang kita integrasikan ke aplikasi baru supaya lebih rapi dan akurat,” imbuhnya.

Sementara itu Kepala Bidang PBB-P2 Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Timur , M. Tohri Habibi mengungkapkan persoalan lain yang menjadi penyumbang membengkaknya angka tunggakan pajak tersebut. Menurutnya, hingga saat ini masih banyak objek pajak di Lotim yang belum terdata secara resmi dalam sistem.

Berdasarkan data Sistem Informasi Manajemen (SIM) PBB, total jumlah rumah di Lotim mencapai sekitar 400 ribu unit. Namun dari angka tersebut, hanya sekitar 140 ribu yang tercatat memiliki SPPT yang mencantumkan bangunan. Sisanya, terdata sebagai tanah kosong.

“Sebetulnya, mereka sudah memiliki SPPT, tapi hanya untuk tanahnya saja. Rumahnya tidak dimasukkan ke dalam data SPPT. Ini sengaja dilakukan agar pajak yang dibayarkan lebih rendah. Karena kalau rumahnya dicantumkan, otomatis nilai pajaknya akan meningkat,” ungkap Tohri.

Melihat kondisi ini terang dia pihak nya telah melakukan berbagai upaya agar manipulasi data tersebut bisa diminimalisir. Salah satunya dengan menggandeng pemerintah desa melalui Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) untuk melakukan pendataan ulang. Selain itu, pihaknya juga telah menyiapkan aplikasi khusus yang dapat diakses oleh desa untuk melakukan perubahan data SPPT secara mandiri dan real-time.

“Kami sudah sampaikan ke FKKD agar desa-desa aktif mendata rumah-rumah yang belum dimasukkan ke SPPT. Aplikasi untuk perubahan data ini sudah kami siapkan agar desa bisa mengakses dan memperbarui data sendiri. Ini langkah yang harus kita dorong bersama,” tutupnya. (glk)